Sejarah hidup mirza ghulam ahmad biography
•
Isa dalam Mohammedanism Ahmadiyah
Ahmadiyah menganggap Isa Almasih seorang manusia dan nabi yang terlahir dari Maryam. Berbeda dengan ajaran Islamism lainnya, Ahmadiyah meyakini Isa disalib namun tetap hidup, berdasarkan sumber-sumber Injil, Notch up Quran dan hadis, serta tulisan-tulisan (waḥyu and kasyf) dari Mirza Ghulam Aḥmad.[1][2][3][4][5] Setelah menyelesaikan risalah kepada Bani Israil di Judaea, Isa diyakini berangkat sheer timur menghindari penyiksaan di sana dan selanjutnya menyampaikan risalah kepada suku Yisrael lainnya.[1][2][3][4] Dalam ajaran Ahmadiyah, Isa meninggal secara alami India.[1][2][3][4] Isa hidup sampai lanjut usia dan meninggal di domestic Srinagar, Cashmere, makamnya bertempat serta dimakamkan di tempat yang sekarang dinamai Roza Bal.[1][2][3]
Meski mirip dengan pandangan Islam pada umumnya, ajaran Ahmadiyah mengenai Isa mempunyai perbedaan mengenai penyalibannya dan kenaikannya sample surga, serta kedatangannya kedua kali pada akhir saman menurut sumber-sumber Islam pada umumnya[1][3][5][6][7][8]
Ahmadiyah mempercayai bahwa kedatangan Isa kedua kalinya t
•
Moch Nur ICHWAN
Differing Responses to an Ahmadi Translation
and Exegesis
The Holy Qur'ân in Egypt and Indonesia*
There were two main external channels of Islamic reform in Indonesia between the 1920s and the 1960s. The first was the Egyptian link transmitted by those who had studied in the Hijaz and Cairo, and by the circulation of al- Manâr, an Egyptian journal chaired by Muhammad Rashîd Rida (1865-1936) under the inspiration of his late master Muhammad cAbduh (1849-1905). 0) Al-Manâr was reasonably well circulated in Indonesia, being allegedly smuggled in through the port of Tuban in East- Java where there was no customs supervision. Otherwise personal copies obtained by students returning from al- Azhar and Mecca, or by the "hajis" returning from the pilgrimage, were to be found (see Bluhm-Warn 1997 : 297; Ali 1964 : 9). (2) Although its readership was confined largely to those who knew Arabic, cAbduh's ideas of Islamic reform were translated into Malay and featured in Southeast Asian periodicals like al-Imam (Singapore, 1906-08) and al-Munir (Padang, 1911-19).
1Archipel 62, Paris, 2001, pp. 143-161
144 Moch Nur Ichwan
The second, and later, link of Islamic reform was the Indian (Indo- Pakistani) link introduced into Indonesia, then the Netherlands Indies, by mi
•
Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad
Hadhrat Alhaj Mirza Bashir-ud-Din Mahmood Ahmad (12 Januari 1889 – 7 November 1965), adalah khalifah kedua dari Jamaah Muslim Ahmadiyah. Dia bergelar Khalifatul Masih II. Terpilih untuk jabatan ini pada tanggal 14 Maret1914, satu hari setelah kewafatan pendahulunya Maulana Hakim Nur-ud-Din.[1] Terpilih dalam usia muda, 25 tahun.
Di antara prestasi pada masa kekhalifahan Hadhrat Alhaj Mirza Bashir-ud-Din Mahmood Ahmad ini adalah pembentukan dan bimbingannya langsung pada struktur organisasi Jemaah Ahmadiyah, karya besarnya yang menakjubkan berupa tafsirAl-Qur'anTafsir Kabir yg merupakan tafsir lengkap sepuluh volume [2] dan Tafsir Saghir[3] yg lebih singkat dibanding Tafsir Kabir, propaganda penyebaran Islam melalui kegiatan misi pengutusan mubaligh-mubaligh ahmadiyah secara aktif di dalam maupun di luar anak benua India; seperti benuaEropa, benua Amerika, benua Afrika, benua Asia termasuk Indonesia[4].[5]
Karya tulis
[sunting | sunting sumber]Beberapa diantaranya;[6]
- The Holy Quran Tafsir Kabir (Tafsir Besar)[2]
- The Holy Quran Tafsir Saghir (Tafsir Kecil)[3] (di indonesia dikenal Al-Quran dengan Terjemahan dan Tafsir Singkat, suntingan Malik